Html java script

Nenek 92 Tahun Divonis Penjara karena Tebang Pohon Durian

 


Saulina, nenek berusia 92 tahun, divonis penjara karena telah menebang pohon di tanah wakaf Dusun Panamean, Desa Sappuara, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara.


Kasus ini bermula ketika Saulina bersama enam orang anaknya hendak memperbaiki kuburan kakek mereka pada November 2016 silam. Saat hendak memperbaiki kuburan, mereka pun menebang beberapa pohon, seperti durian dan kopi, yang ada di sekitar kuburan 4x4 meter itu.

Sebelum memperbaiki kuburan, Saulina telah meminta izin kepada Kardi Sitorus, ahli waris lahan wakaf tersebut. Lahan itu telah diwakafkan oleh leluhur Kardi kepada warga desa untuk jadi areal pemakaman. Setelah Kardi memberi izin, mereka pun memulai perbaikan kuburan.

Namun, setelah kuburan selesai diperbaiki sekitar Februari 2017, ada tetangga mereka, Japaya Sitorus, yang melaporkan nenek Saulina dan anak-anaknya ke polisi dengan sangkaan melakukan perusakan tanaman.

Saat diproses kepolisian, Saulina dan anak-anaknya kemudian meminta maaf kepada Japaya karena telah menebang pohon dan meminta Japaya mencabut laporannya.

"Kemudian diberikanlah uang Rp6 juta, sebagai ganti rugi perdamaian. Tapi Japaya tidak mau, dia minta Rp200 juta. Lalu turunlah pemilik tanah Kardi bersama Koramil dan camat, turunlah menjadi Rp100 juta. Tetap tak sanggup membayar hingga akhirnya dimintakan uang Rp50 juta, tapi laporan sudah jalan mendekati P21. Akhirnya ditangkaplah mereka," kata Boy Raja Marpaung, pengacara Saulina.

Kasus pun melaju hingga persidangan. Alhasil, enam orang terdakwa dituntut enam bulan penjara sementara nenek Saulina, dituntut 2 bulan penjara  oleh JPU.

Hakim, pada putusan persidangan yang dibacakan Senin (29/1) kemarin, menjatuhkan vonis penjara satu bulan 14 hari kepada Saulina. Karena selama ini telah menjalani masa tahanan rumah, Saulina otomatis bebas. Sementara keenam anaknya divonis 4 bulan 10 hari penjara. Sama seperti Saulina, anak-anaknya juga kemudian bebas karena telah ditahan di Rutan Balige sejak September 2017 lalu.

Dalam persidangan pembacaan vonis, Saulina yang hadir dalam persidangan hanya tertunduk lesu. Ia hanya meminta persidangan cepat berakhir. "Jangan lagi hadapkan saya dengan persidangan karena saya sudah tua," pinta Saulina dalam bahasa batak saat diminta tanggapannya oleh majelis hakim. Ia kemudian menerima vonis yang diberikan hakim.

Vonis terhadap Saulina dan anak-anaknya mendapat reaksi keras dari pengacara para terdakwa, Boy Raja Marpaung. Menurut Boy, ada banyak kejanggalan atas vonis itu.

Pertama, kata dia, soal kepemilikan lahan. Lahan pemakaman itu sesuai yang dapat dibuktikan di persidangan adalah lahan wakaf leluhur Kardi Sitorus. Kardi di persidangan dapat menunjukkan surat pernyataan leluhurnya yang mewakafkan lahan itu untuk pekuburan warga desa.

Sementara Japaya Sitorus, yang menjadi pelapor dalam kasus ini tidak dapat membuktikan kepemilikannya atas lahan tersebut. Japaya kemudian menyebut tanah itu milik perladangan gereja, sementara pihak gereja tidak membuat keberatan.

Lalu, yang kedua, adalah soal pembuktian kebenaran bahwa Japaya yang menanam pohon yang ditebang itu. "Saksi yang dihadirkan Japaya adalah anak dan istrinya. Sementara saksi lainnya, tidak pernah melihat Japaya yang menanam tanaman-tanaman itu," kata Boy.

"Dalam tuntutannya, JPU menyatakan pengerusakan lahan Japaya sesuai pasal 412.  Kalau pengerusakan lahan, mestinya barang buktinya tanah, bukan tanaman. Tanah dan tanaman itu berbeda," ujar Boy.

Kejanggalan-kejanggalan itu kemudian berujung pada vonis hakim. Menurut Boy apa yang diputuskan hakim sangat tidak masuk akal. "Persoalan ini semestinya tidak dibawa ke ranah hukum. Atas vonis itu, kita sudah tandatangani untuk upaya mengajukan banding," ujarnya. (zul/gil)


Belum ada Komentar untuk "Nenek 92 Tahun Divonis Penjara karena Tebang Pohon Durian "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel